.: THIS BLOG IS BUILT AND DEDICATED TO YOUR EYES ONLY :.

Tuesday, January 29, 2013

back to classic movies

"If you see someone without a smile, give him yours" -June Allyson

This part of my life that I called "addicted to classic movies"

PhotobucketApa sih enaknya nonton film klasik? Film sekarang begitu banyak dan beragam, ada yang warnanya begitu nyeni, ada yang sudut pengambilan gambarnya artistik, ada yang efeknya terasa begitu real. Ada yang dibuat begitu canggih. Ini kok malah milih nonton film klasik yang serba apa adanya. Film yang warnanya pun kadang seperti dikrayon, atau malah masih hitam putih, atau film hitam putih yang discreen ulang dengan tambahan warna. Film dengan kamera tunggal yang cenderung statis. Kok betah amat ya?

Yak itu juga pertanyaan saya dulu ama Mbak Ina yang doyan ama film klasik.

Rasanya sudah belasan tahun saya nggak nonton film klasik. Mungkin jaman saya nonton film-film jenis ini adalah jaman TVRI. Film seri Little House on The Prairie, High The Way To Heaven pokoknya jaman tahun 80 an deh. Yah nonton karena terpaksa karna gak punya pilihan. Haha.

Barangkali ini bermula karna saya sedang bosan dengan film-film Hollywood saat ini yang rasa-rasanya udah kehabisan ide. Temanya itu-itu aja. Betul-betul bikin jenuh. Kalo nggak remake film lama, filmnya komedi-romance yang vulgar. Sementara yang lainnya kalo nggak menonjolkan teknologi, film-film yang banyak bermunculan bertema slasher. Satu dua sih nonton masih oke, tapi kebanyakan kok jadi muak. Sepertinya yang psikopat itu bukan tokoh dalam film, tapi produser dan sutradaranya.

Maka iseng-iseng saya pun coba menonton film yang rada jadul : Breakfast At Tiffany’s.

Ya, film ini ceritanya khas hollywood banget. Temanya biasa, barangkali akting Audrey Hepburn yang membuat film ini menarik. Audrey emang natural. Rasanya itu daya tarik film-filmnya. Baru-baru ini saya denger film Breakfast At Tiffany’s ini dimasukan ke dalam National Film Registry oleh US Library of Congress karna dianggap memberikan peranan yang signifikan dalam sejarah budaya dan perfilman Amerika.

Trus saya cari-cari film Audrey yang lain. Dapatlah My Fair Lady dari youtube yang versi HD, ha saya lagi beruntung. Filenya berukuran besar, jadi harus sabar donlotnya. Setelah nonton 2 film tersebut, saya mulai dapat chemistry nonton film jadul. Asik juga ternyata. Memang beda atmosfirnya. Ada sesuatu yang nggak saya dapatin dari film-film sekarang, meskipun film itu bersetting oldis. Entahlah apa namanya.

"Coba nonton Little Women deh, Rang. Bagus banget tuh" Saran Mbak Ina.

PhotobucketOk. Saya searching… you know, internet emang gila. Nyaris segala sesuatu yang berbentuk digital ada di sana. Bahkan film dari tahun 1900an. Meski rada susah akhirnya ketemu. Nyari fim dan lagu akhir-akhir ini memang rada susah karena UU SOFA dan PIPA. Sejak FBI menyeret megaupload.com ke pengadilan, banyak situs hosting file pada mengkeret. Mediafire, Rapidshare, fileupload. Netsonic, dll secara berkala mencari dan mendelete file-file video dan musik yang diduga illegal. Jadi begitu banyak link-link yang almarhum. Sampai-sampai baidu.music tempat donlot lagu bermarkas di china menghentikan layananan donlotnya buat netter beberapa negara termasuk Indonesia.

Tapi tenang, orang gila di internet masih banyak. Makanya saya tetap dapat film klasik Little Women yang legendaris ini…hehehe ketiga-tiganya, tahun 33, 49, 94. Komplit.

Film Little Women diangkat dari novel Louisa May Alcott. Novel ini semacam autobiograpy kehidupan dia ketika remaja bersama tiga saudaranya. Ya seperti Little House In The Prairie-nya Laura Ingalls Wilder, atau semacam Laskar Pelanginya Andrea Hirata. Yah, pokoknya semacam itulah…

Novel ini sudah diangkat ke layar lebar 3 kali. Pertama tahun 1933 yang dibintangi Katherine Hepburn dkk, kedua tahun 1949 yang dibintangi June Allyson dkk, ketiga tahun 1994 dimainkan oleh Wynona Rider. Dari ketiga film tersebut, yang paling catchy di hati saya film tahun 1949. OMG, Saya sampai jatuh hati ama karakter Jo yang diperankan June Allyson. Anjrit gara-gara film ini saya jadi ngefan banget ama June Allyson, dan mencari film-film dia yang lain.

Menurut saya sih June Allyson nggak gitu cantik, namun karakter Josephine yang dia mainkan dengan sophisticated membuat saya sangat kesengsem…haha. Apalagi denger smoky voicenya, betah dah denger dia ngomong apa aja seharian juga. Sumpah, sexy banget suaranya hahaha (padahal kalo dia masih idup sekarang umurnya udah 94 tahun. Udah kayak Rose tua dalam film titanic)

Jujur aja saya suka film-film begini. Film tentang hal-hal sederhana dalam kehidupan, namun bikin hati anget.

Secara keseluruhan saya suka semua karakter dalam film ini, keempat pemain June Allyson, Elizabeth Taylor, Janet Leigh, Margaret O’brien tampil dengan akting yang solid. Memang yang paling menonjol adalah June dan Margaret yang memainkan Jo dan Beth. Margareth O’brien walau saat itu masih remaja namun karakternya sangat kuat. Bahkan June Allyson sampai menangis betulan hingga nggak bisa nyetir pulang ke rumah karena beradu akting dengan Margaret. June begitu tersentuh dengan karakter Beth yang dimainkan Margaret. Coba bayangkan, bisa-bisanya saya sampai baca trivia ini dari imdb.com, watdehek?!

Saya juga baru sadar waktu mainin peran itu, June Allyson umurnya udah 32 tahun. Buset, entah karena berhasil dengan aktingnya, entah karena tampangnya yang imut, saya betul-betul nggak nyangka June Allyson setua itu.

PhotobucketBy the way, diantara ketiga film itu, yang paling kurang greget menurut saya film tahun 94 yang diperankan Wynona Rider. Bingung juga sih, soalnya yang main bintangnya bagus-bagus. Selain Wynona ada Claire Danes, Kirsten Dunst, Samantha Mathis, Trini Alvarado dan Christian Bale. Tapi tetap aja rasanya lain. Kayak nonton film lain bukan film Little Women.

Setelah menonton film demi film. Rasanya saya semakin tergila-gila saja dengan film-film klasik... hahaha…
(Baca Selengkapnya)