.: THIS BLOG IS BUILT AND DEDICATED TO YOUR EYES ONLY :.

Friday, January 23, 2009

menunggu sepi

pernahkah kau datang ke stasiun, hanya untuk menunggu sepi hilang?

lelaki itu bangun dari hari kemarin, pagi ini. dia terjaga mendapati diri dengan suatu keinginan. rasa ingin yang melusup begitu saja menarik ujung tidurnya, tak bisa ditolak, mengundang datang ke stasiun itu.

malam makin tipis. namun pagi belum tampak kan datang. di situ, di bangku kayu, duduk termangu. ditemani redup lampu. angannya mengalir direl hitam. dibawa gerbong utara, selatan. kata belum terjaga sepagi ini. ingatan masih serupa embun di tiang-tiang listrik. mencakung, menyaru di sisa malam. angin masih pulas diranting. digenting.

yang sisa hanyalah sepi.

dia mengingat kalimat itu : “menunggulah untukku”. menunggulah untukku, merdunya untaian kata-kata keparat itu, berkilau hurufnya seperti butiran mutiara.

“menunggulah untukku?” bibirnya tak sadar melafalnya lagi, entah yang keberapa ratus kali. ah inginnya dia terpingkal pada kalimat ajaib itu. mengapa dia demikian percaya? tak ada yang menyuruhnya melakukan kedunguan sinting ini. kau tau, yang kau titipkan hanya sebongkah sepi. sepi yang kau selipkan di gerbong kereta. dan aku menunggunya setiap pagi.

di celah-celah gerbong kereta yang berhenti. binar mentari menguak kelopak pagi. orang mulai ramai berdiri. siap berebut matahari.

(andai hatiku,
dapat kutautkan di jarimu. tentu kudapat mengikuti setiap jejakmu. kemana kaupergi. kemana kauberlari. akan kukekalkan sekeping rindu, jadi lukisan kenangan yang mengatung di lengkung ingatan. andai dapat kusentuh mimpimu, akan kugulung kumparan hari. hingga waktu tanggal disapu sepi)


-----
demikian lama tak menulis. demikian lama terbengkalai. dibawa garis nasib tak tentu. ditindas angkuh jenuh yang kelu. karangsati.
(Baca Selengkapnya)